Ada saat-saat yang selalu aku suka, di waktu-waktu senggang ketika kami kumpul berdelapan, sekali-kali setelah selesai ujian. Lalu ada
random talks, curhat, galau ujian, galau skripsi, ngetawain diri sendiri.
Ngetawain hidup yang kadang-kadang aneh, lalu obrolan panjang mencari penjelasan dari apa yang kami ga pernah paham.
Kenapa orang menikah bisa cerai? kenapa tadinya orang yang saling sayang, pacar-pacaran, bisa jadi manusia brengsek satu sama lain? Kenapa Nurul ga gemuk-gemuk? Kapan Oliv bisa lebih kurus lagi? Kenapa Dhida yang lebih rajin belajar malah jadi lebih panik di banding yang lain? Kenapa Asti stadium sifat cueknya makin parah? Hahaha.. oke sip.
Yang jelas, saat-saat seperti itu selalu menyenangkan. Dan 8 mata angin mulai sepi perlahan-lahan. seperti baru kemarin tapi sebenarnya waktu itu benar-benar melesat. Dan yang tersisa sekarang adalah pikiran-pikiran bagaimana secepatnya bisa sidang, lalu kembali pulang.
Tapi kemana aku akan pulang ketika rumahku adalah kalian?
Iya, tiba-tiba saja aku merasa takut.
Seumur hidup, aku selalu menjadi orang yang meninggalkan. Aku adalah orang yang pergi. Nomaden. Setidaknya begitulah selama ini. Dari satu kota ke kota lain. dari pertemanan satu ke pertemanan yang lain. Dari satu rumah ke rumah yang lain. Yang pertama adalah yang terberat tapi lama-lama terbiasa juga. Aku sudah belajar jurusnya. Hidup ini labirin kan? Jadi jalan yang kita lewati, akan kita lewati lagi lain kali. Setiap situasi akan kita hadapi lagi suatu saat nanti. Kita belajar cara menghadapinya agar dapat melewati situasi yang sama di waktu berbeda.
Maka, begitulah. Berkali-kali menjadi orang yang pergi lama-lama membuat aku ahli. Sudah hafal rasa sakitnya. Juga jadi hafal cara mengabaikannya.
Lantas kenapa tiba-tiba aku merasa takut? Bukankah setiap meninggalkan rumah aku akan selalu menemukan rumah yang baru?
Barangkali ini karena 8 mata angin terlalu nyaman, terlalu mengerti.
atau mungkin karena kesadaran bahwa sekali ini aku akan jadi orang yang ditinggalkan?
sesuatu seperti ini kadang disebut dengan karma.
kadang-kadang Tuhan begitu romantisnya untuk membuat kita paham tentang perasaan
orang-orang yang kita perlakukan.
ya sudah, tidak apa-apa, terima dan nyanyi lego house saja.