Senin, 08 Juli 2013
sepanjang jalur pantai
di sepanjang jalur pantai
di pasir yang menyimpan kumparan garam
aku memanggilmu ke dalam ingatan bulan
ke gemerisik bunyi daun
tebu dan alang-alang.
puisi kecil
puisi-puisi kecil
yang dikirim angin lembah
menyertai kau
melepas parau
dalam beragam risau
moga kau ingat sebuah pagi dimana cuaca
melembabkan pematang-pematang padi
agar suatu kali kau menginginkan lagi
sebait saja, ini puisi baca dalam hati
rindu tersangkut daun mati
semua ingin melepas dari badan
menemui rinduku yang tersangkut dahan mati
patahan-patahan kering bertemu gambut
runtut berurai di kulit tanah yang purba
tatapku berpulang menujumu
kedip daun tergesek hujan membuat geli
bermusim kesunyian ini lengkap sudah berpaut akar
tapi dimanakah tersungkurnya batang rimpaimu?
apa sekalian saja kita kuliti pucuk baru ini?
merautnya jadi puisi dan mengurainya lagi
jadi rindu yang gembur
kan kutanami kau seduhan basah, bakal permai daunnya.
tafsir diam
yang hinggap di diammu
aku membayangkan semacam jejak angin
jejak gaib yang berpaut di helai-helai yang meliuk
dan terus menjuntai seolah-olah menggapai sesuatu
yang bersetubuh dengan gerakmu,
kuasan kelebat sebuah waktu dengan putaran lamban
cuaca yang membuat rapuh siang dan malam
dan pergantian hari yang dipenuhi patahan jarum jam.
di benakmu entah berdiam kejadian apa
mungkin terisi kota mati dengan pelabuhan tua
mungkin jalanan yang bercabang gang-gang sesak
atau juga menghampar ladang luas dengan hamparan bintang
siapa yang tahu
merindukanmu
di pucuk-pucuk jantungku,
ombak memilin dengan gilanya.
benarkah di rasamu juga begitu?
jika benar, bertahanlah di puntalan waktu yang samar berputar.
bertahanlah sebentar.
lalu menyahutmu, aku berharap tidak sia.
badan dan ruh ku menggigil
di rantai kisah tahunan yang basah
rantai tahun yang berakarkan suaramu.
Langganan:
Postingan (Atom)