we found the bigger one
Selasa, 11 Desember 2012
untukmu yang berjuang di Semarang
Sudah
ku bilang, al
Rasa
takut itu seperti pengecut
Yang
hanya berani muncul di awal.
Maka
dari itu,
Aku
tak menyuruhmu untuk jangan takut
Karena
takut itu wajar
Lewati
saja apa adanya
Karena
setelah itu, kemana dia?
Dia
akan lari tunggang langgang
Dan
kau yang akan jadi pemenangnya.
Ya,
seperti katamu
The scariest moment is always just before
you start
Semoga
kau cepat sembuh di sana :)
raja kurcaci duduk di tanah, membuat batu dari tanah
Kuat
dan tangguh,
tiga
belas bintang di dahinya.
Batu
bernyawa duduk membentuk tanah mati menjadi batu mati
subuh
Pancaran
berkabut cahaya pagi membatasi cakrawala melintasi kota,
mereka meluncur riang di atap-atap yang miring.
Bayangan terbangun berwarna perak bakar.
Jauh
di atas, sebuah bintang tunggal berpendar.
Memancar
redup pada langit biru yang mulai terang,
di
tempat matahari yang semakin kuat menutupi semua permata malam lainnya.
write down your mind
Menulis
adalah mengikat jejak pemahaman. Akal kita sebagai karuniaNya, begitu agung
dayanya menampung sedemikian banyak data-data.
Tapi
kita kadang kesulitan memanggil apa yang telah tersimpan lama; ilmu dahulu itu
berkeliaran dan bersembunyi di jalur rumit otak.
Maka
menulis adalah menyusun kata kunci tuk buka khazanah akal; sekata tuk sealinea,
sekalimat tuk se-bab, separagraf tuk sekitab.
Demikianlah
kita pahami kalimat indah Asy-Syafi’i : ilmu adalah binatang buruan, dan pena
yang menuliskan adalah tali pengikatnya.
Menulis
juga jalan merekam jejak pemahaman; kita lalui usia dengan memohon ditambah
ilmu dan karunia pengertian; adakah kemajuan?
Itu
bisa kita tahu jika kita rekam sang ilmu dalam lembaran; kita bisa melihat
perkembangannya hari demi hari, bulan demi bulan.
Jika
tulisan kita 1 tahun lalu telah bisa kita tertawai, maka terbaca adanya
kemajuan. Jika masih terkagum juga, itu menyedihkan.
Lebih lanjut, menulis adalah mengujikan pemahaman kepada
khalayak; yang dari berbagai sisi bisa memberi penyeksamaan dan penilaian.
Kita memang membaca buku, menyimak kajian, hadir dalam seminar;
tapi kebenaran pemahaman kita belum tentu terjaminkan.
Maka menulislah; agar jutaan pembaca menjadi guru yang
meluruskan, mengingatkan keterluputan, membetulkan kekeliruan.
Penulis hakikatnya menyapa dengan ilmu; maka ia berbalas
tambahan pengertian.
Agungnya lagi, sang penulis merentangkan ilmunya melampaui
batas-batas waktu dan ruang. Ia tak dipupus usia, tak terhalang jarak.
Adagium latin itu tak terlalu salah; Verba Volant, Scripta
Manent. Yang terucap kan lenyap tak berjejak, yang tertulis mengabadi.
Langganan:
Postingan (Atom)