Menulis
adalah mengikat jejak pemahaman. Akal kita sebagai karuniaNya, begitu agung
dayanya menampung sedemikian banyak data-data.
Tapi
kita kadang kesulitan memanggil apa yang telah tersimpan lama; ilmu dahulu itu
berkeliaran dan bersembunyi di jalur rumit otak.
Maka
menulis adalah menyusun kata kunci tuk buka khazanah akal; sekata tuk sealinea,
sekalimat tuk se-bab, separagraf tuk sekitab.
Demikianlah
kita pahami kalimat indah Asy-Syafi’i : ilmu adalah binatang buruan, dan pena
yang menuliskan adalah tali pengikatnya.
Menulis
juga jalan merekam jejak pemahaman; kita lalui usia dengan memohon ditambah
ilmu dan karunia pengertian; adakah kemajuan?
Itu
bisa kita tahu jika kita rekam sang ilmu dalam lembaran; kita bisa melihat
perkembangannya hari demi hari, bulan demi bulan.
Jika
tulisan kita 1 tahun lalu telah bisa kita tertawai, maka terbaca adanya
kemajuan. Jika masih terkagum juga, itu menyedihkan.
Lebih lanjut, menulis adalah mengujikan pemahaman kepada
khalayak; yang dari berbagai sisi bisa memberi penyeksamaan dan penilaian.
Kita memang membaca buku, menyimak kajian, hadir dalam seminar;
tapi kebenaran pemahaman kita belum tentu terjaminkan.
Maka menulislah; agar jutaan pembaca menjadi guru yang
meluruskan, mengingatkan keterluputan, membetulkan kekeliruan.
Penulis hakikatnya menyapa dengan ilmu; maka ia berbalas
tambahan pengertian.
Agungnya lagi, sang penulis merentangkan ilmunya melampaui
batas-batas waktu dan ruang. Ia tak dipupus usia, tak terhalang jarak.
Adagium latin itu tak terlalu salah; Verba Volant, Scripta
Manent. Yang terucap kan lenyap tak berjejak, yang tertulis mengabadi.
0 thoughts:
Posting Komentar