Sudah
terlalu banyak buku traveling sebelumnya, terutama tentang tempat-tempat yang
wajib dikunjungi berikut trip-trip perjalanan dan cara kreatif untuk berhemat,
semua dikemas untuk pembaca. Tapi buat aku sendiri, hakikat sebuah perjalanan
bukanlah sekadar menikmati keindahan dari satu tempat ke tampat lain. Bukan
sekadar mengagumi dan menemukan tempat-tempat unik di suatu daerah dengan biaya
semurah-murahnya.
Menurutku,
makna sebuah perjalanan harus lebih besar daripada itu. Bagaimana perjalanan
tersebut harus bisa membawa pelakunya naik ke derajat yang lebih tinggi,
memperluas wawasan sekaligus memperdalam keimanan. Sebagaimana yang dicontohkan
oleh perjalanan hijrah Nabi Muhammad saw dari mekkah ke madinah.
Umat
islam terdahulu adalah “traveler” yang tangguh. Jauh sebelum vasco de gama
menemukan semenajung harapan, atau colombus menemukan benua amerika,
musafir-musafir islam telah menyeberangi 3 samudera hingga indonesia, berkelana
jauh sampai ujung negeri china, menembus himalaya dan padang pasir gobi. Mereka
adalah orang-orang yang tidak pernah ragu untuk meninggalkan rumah dan belajar
hal-hal baru dari dunia luar sana.
Bukankah
dalam al-quran juga disebutkan bahwa Allah menciptakan manusia berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar manusia bisa saling mengenal, berta’aruf, dan saling
belajar dari bangsa-bangsa lain untuk menaikkan derajat kemuliaan di sisi
Allah?
Wahai anakku! Dunia
ini bagaikan samudera tempat banyak ciptaan-ciptaanNya yang tenggelam. Maka
jelajahilah dunia ini dengan menyebut nama Allah. Jadikan ketakutanmu pada
Allah sebagai kapal-kapal yang menyelamatkanmu. Kembangkanlah keimanan sebagai
layarmu, logika sebagai pendayung kapalmu, ilmu pengetahuan sebagai nahkoda
perjalananmu, dan kesabaran sebagai jangkar dalam setiap cobaan.
(Ali bin Abi
Thalib ra.)
0 thoughts:
Posting Komentar