Itulah
hari aku kehilangan segalanya.
Semuanya
terjarah, ludes, tak pernah ku duga
Oleh
dua orang tak dikenal, seorang perempuan muda dan gadis kecil.
Peringatan
sudah dikeluarkan tentang taktik terbaru ini
Mereka
pakai anak-anak sebagai pancingan, kemudian menyerbu dari belakang.
Awalnya
aku dengar ketukan lembut malu-malu di pintu rumahku.
Seperti
ada yang ingin berkunjung, dari dunia yang lain.
Mereka
ingin tahu, apakah ada orang di rumah.
Aku
menunggu linggis menghancurkan pintu, dengan pisau roti di tanganku
Sampai
tawa mereka lenyap, lenyap begitu saja, seperti dua burung dara di kain sutra.
Tapi
aku tetap siaga, aku masih ragu.
Aku
turuti peringatan. Aku tahu mereka akan kembali.
Namun
akhirnya tak ada yang bisa menyelamatkanku dari tipu daya mereka.
Kubuka
pintu, dengan pisau roti di belakang punggungku.
Putrinya
ingin meminta selembar daun perak dari pohonku.
Aku
berusaha melihat bahaya apa yang bersembunyi di balik punggung mereka
Bahaya
apa di belakang basa-basi ini.
Mereka
terlihat miskin, namun mulut mereka berhias senyuman.
Mau
minta daun? Mintalah kepada Tuhan, itu pohon-Nya, kataku gusar.
Seorang
lelaki hampir menembakkami, kata si gadis kecil bangga.
Ia
tidak tahu, kalau itu benar-benar terjadi, ia seharusnya sudah mati.
Ku
awasi mereka pergi, di iringi musik mereka yang khas.
Seorang
ibu dan putrinya. Dengan mikjizat mereka, selembar daun mungil.
Tak
seorang pun menyerangku, tak ada kejadian apa-apa.
Dua
pencuri itu, mereka telah merampokku habis-habisan.
0 thoughts:
Posting Komentar