Esai bisa
sangat cocok ditulis seorang penyair: bentuk ini umumnya hendak berbicara
tentang sesuatu yang ingin disebut “benar”, tapi pada akhirnya, seperti puisi,
bukan itu yang paling menggoda dirinya.
Esai tidak
memutuskan, dan jawaban bukanlah urusannya. Michel de Montaigne, pemikir dan
penulis Perancis di abad ke-16 yang memperkenalkan bentuk ini, memakai istilah
‘esai’ –sebuah sebutan yang berasal dari kata essaier (“mencoba”). Dengan sikap yang mengesankan pergulatan yang
tak kunjung berhenti, dengan skeptis yang tak pernah lepas, ia pun menulis
–dengan pertanyaan pada diri sendiri,”apa yang aku ketahui?”
Sebab itu,
sebuah esai –seperti sebuah puisi –tidak ditentukan ide. Memang sebuah esai
yang bagus berpusar pada satu masalah saja, tidak berbondong-bondong
mengedepankan apa yang mau dikatakan. Tapi “berpusar” juga bukanlah jalan yang
kurus. Seperti ditunjukkan puisi, bahasa bukanlah bahan-bahan mati yang tinggal
dipungut dari kotak. Bahasa punya kekuatan sendiri, dinamikanya sendiri, dan
godaan-godaannya sendiri.
Ruangan yang ada dalam sepatah kata, ternyata mirip rumah kita: ada gambar, bunyi, dan gerak-gerik di sana.
0 thoughts:
Posting Komentar