Pages

Rabu, 03 Juli 2013

kami bicara tentang emosi


asti, pernahkah kau mendengar tentang mematikan perasaan?

mematikan perasaan?

ya. mematikan perasaan. dan ini penting, belajar mematikan perasaan.
kau tahu salah satu yang diajarkan dalam buddhisme? jangan mengikatkan diri pada kebendaan, karena segala sesuatu tidak kekal.

tapi tunggu, bukankah anda selalu bicara tentang pengalaman hidup? 
semua emosi yang baik, juga semua emosi yang buruk?

ya.

kalau begitu, bagaimana anda berbuat demikian bila anda mematikan perasaan?

ah, kau masih terikat dengan pikiran, asti. tapi mematikan perasaan tidak berarti kita tidak membiarkan pengalaman meresap ke dalam diri kita. Sebaliknya, kita membiarkan pengalaman meresap secara penuh. itulah sebabnya kemudian kita bisa mematikan rasa.

aku masih bingung.

ambil satu contoh salah satu emosi, cinta kita kepada orang yang kita sayangi, atau rasa takut akibat penyakit yang mematikan. apabila kita menahan emosi-emosi itu, apabila kita tidak membiarkan diri mengalaminya, kita tidak pernah dapat mematikan rasa, kita terlalu sibuk menghadapi rasa takut. kita takut mengalami rasa nyeri, kita takut mengalami penderitaan akibat cinta.

tapi dengan membiarkan diri mengalami emosi-emosi ini, dengan membiarkan diri terjun ke dalamnya, sampai sejauh-jauhnya, kita akan mengalaminya secara penuh dan utuh. kita tahu arti sakit. kita tahu arti cinta. kita tahu arti sedih. dan hanya ketika kita mengatakan "baiklah, aku telah mengalami emosi itu. aku  kenal betul emosi itu. sekarang aku perlu mematikan perasaan dari emosi itu untuk sementara."

betapa sering kita berbuat seperti itu dalam kehidupan sehari-hari, asti. betapa sering kita merasa kesepian, kadang-kadang sampai sangat ingin menangis, tetapi kita berusaha keras untuk tidak mengeluarkan air mata karena kata orang kita tidak boleh menangis, atau betapa dahsyat rasa cinta yang kita rasakan kepada seseorang tetapi kita tidak mengatakan apa pun karena terbelenggu oleh rasa takut bahwa pengungkapan dengan kata-kata akan berpengaruh buruk terhadap hubungan kita.

kita bukan kerannya, asti. basuhlah diri kita dengan emosi. kita tak akan terluka karenanya. kita malahan akan terbantu. apabila rasa takut uitu kita biarkan, begitu kita terbiasa dengan emosi-emosi tersebut, mampu merasakan sifat-sifatnya, mengenali gejala-gejalanya, menghayati akibat-akibatnya, maka kita sanggup berkata kepada diri sendiri :sudahlah, ini hanya rasa takut. aku tidak akan membiarkannya mengendalikan aku. aku memandangnya seperti apa adanya."

sama halnya dengan kesepian: kita membiarkannya datang, kita membiarkan air mata mengalir karenanya, kita membiarkan diri merasakannya secara utuh, tetapi pada akhirnya kita sanggup berkata "baik, begitulah rasanya ketika aku kesepian. aku tidak takut merasa sepi, tapi sekarang aku akan menyampingkan rasa sepi itu dan  sadar bahwa di dunia ini emosi-emosi lain masih ada, maka akuakan mencoba mengalami semuanya."

mematikan perasaan, mengosongkan diri, detacment.

aku tidak ingin meninggalkan dunia ini dalam cengkeraman rasa takut, asti.

aku mengangguk.
tapi jangan pergi sekarang.

tidak. belum. kita masih punya pekerjaan.


0 thoughts: