Jumat, 04 September 2015
doa diam dalam malam
malam yang hening. mama, dimas, dan salsa sudah tertidur. hampir tak ada suara di sekelilingku, kecuali lamat-lamat suara mesin pendingin udara, merambat di dinding dan jendela. detik jam. detak jantung. suara napas dalam telinga. malam ini, aku sulit sekali memejamkan mata. nasihat Ali bin Abi Thalib terus membuatku murung dan merasa bersalah. kepada diri sendiri, terutama kepada Tuhan yang mengetahui segala sesuatu.
tiba-tiba terbayang, bayang-bayang diri yg telanjang di cermin kamar mandi. begitu hina dan menjijikkan. siapakah kita ini sebenarnya jika tanpa pakaian dan sejumlah topeng yang kita kenakan? kecuali daging yang sarat dosa, dan pikiran yg penuh aib. sehebat apa sebenarnya manusia jika rahasia-rahasianya dibongkar, dosa-dosanya ditampakkan, dan aibnya tak ditutupi Tuhan Yang Maha Pemurah?
nasihat itu menggedor-gedor dari dalam kesadaran. kata-kata milik seseorang dari masa lalu dengan dada bergetar kupanggil namanya sebagai Ali, yang tinggi, untuk ketinggian ilmu dan keshalehannya. "dosa yang kau tangisi dan kau sesali dalam hati," katanya,"seribu kali lebih baik dari kebaikan yang kau tampakkan dan kau bangga-banggakan."
dan...tanggallah kesombongan-kesombongan, robohlah kepongahan-kepongahan. tinggallah aku sendirian, di malam yang hening ini. aku ditelan sunyi yang paling gemuruh dari suara apa pun. tangis yang melenyapkan diri yg kepala batu, menguapkan segala yang semula membuat bangga.
barangkali tinggal aku dan Tuhan. berduaan di ujung malam. dikecup bibir cahaya. memanggil dan dipanggil dari segala arah.
"kemana saja selama ini?"
"kemana saja selama ini?"
aku ingin menjerit dalam dekapan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 thoughts:
Posting Komentar