Jumat, 04 September 2015
eksistensi
apa yang paling kita rindukan dari masa lalu?
mungkin eksistensi. kita mencari-cari diri sendiri di dasar ingatan, di rongga-rongga waktu yang sudah kita lewatkan. di sana, kita melihat diri sendiri dalam gambar yang paling jelas dan menyenangkan, atau gambar paling buruk saat diri kita paling membutuhkan perhatian. keringat. bau matahari. lumpur kering di sandal jepit yang kita kenakan. oh, kenangan. kita menemukan diri sendiri dalam pujian-pujian yang menyenangkan, atau cacian-cacian yang menyesakkan. namun, di atas semua itu, kita menemukan diri kita ada, hidup dalam waktu.
apa yang paling merisaukan kita pada masa kini?
mungkin eksistensi. hari-hari kita dipenuhi keresahan dan kecemasan. tentang uang. tentang cinta. tentang pendidikan. tentang pekerjaan. tentang keluarga. tentang apa saja. kita khawatir kehilangan diri sendiri di tengah-tengah semua itu. barangkali, kita memeriksa telepon genggam setiap lima menit sekali, memeriksa kotak masuk pesan SMS, whatsapp, LINE, memeriksa nomor kontak, berusaha menemukan ada berita apa di luar sana, apa kata orglain ttg diri kita, apa yg dipikirkan org lain tentang diri mereka sendiri yang barangkali berhubungan dengan kita. mudah-mudahan ada yang menenangkan. kita masih ada dalam pertemanan-pertemanan, kita masih hidup dalam lingkaran-lingkaran pergaulan, kita masih hidup dalam waktu.
apa yang paling ingin kita ketahui dari masa depan?
mungkin eksistensi. akan jadi apa kita nanti? akan jadi apa anak kita kelak? akan seperti apa keluarga kita, setelah kita tiada? barangkali, kita akan membangun rumah, bekerja keras untuk kesuksesan kita, mencintai pasangan kita sepenuh hati, mendidik anak-anak kita sebaik-baiknya, agar kita tak dilupakan dan tak terlupakan. lalu, semua kenangan, hasrat, semangat, dan rasa ingin tahu kita berakhir di sebuah liang, di sebuah pusara yang di sana dituliskan nama lengkap kita. lengkap dengan tanggal lahir dan tanggal kematian kita. mudah-mudahan, orang akan mengenang hal-hal baik tentang kita, mendoakan kita, yang pernah hidup dalam waktu.
siapa yang ingin hidup abadi? bahkan, chairil anwar pun akan menyesal jika Tuhan mengabulkan keinginannya untuk hidup seribu tahun lagi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 thoughts:
Posting Komentar