Pages

Selasa, 17 Februari 2015

catatan pendek untuk cinta yang panjang.






pada akhirnya, kamu hanya perlu mensyukuri apa pun yang kamu miliki hari ini. walaupun yang kau tunggu tak pernah datang, walaupun yang kau perjuangkan tak pernah sadar dengan apa yang kau lakukan. nikmati saja. kelak, dia yang kau cintai akan tahu, betapa kerasnya kau memperjuangkannya. betapa dalamnya rasa yang kau simpan kepadanya. dia hanya pura-pura tidak tahu, atau mungkin tidak mau tahu sama sekali. tidak usah hiraukan. jika sampai hari ini kau masih memperjuangkannya, dan masih menunggunya, tidak masalah. tidak ada salahnya dalam memperjuangkan cinta yang kau rasa.


namun, satu hal yang mungkin bisa kau renungkan. menunggu ada batasnya. dan, kau akan tahu kapan harus berhenti dan mulai berjalan lagi. meninggalkan tempat dimana kamu pernah berjuang sepenuh hati, tetapi tak dihargai.





karena cinta.







karena orang yang kita cintai, kita seringkali begini:


karena orang yang kita cintai kita seringkali mengabaikan rasa lelah. bahkan, beberapa kali menyembunyikan patah hati. hanya untuk memastikan agar dia tetap ada di samping kita. agar kita tetap bisa menatap matanya, menatap senyumnya.


seringkali juga kita mengalah, bukan untuk menerima kalau kita kalah. hanya untuk menjaga agar hubungan kita tetap indah. kita menerima dia yang sedang kesal, tak jarang malah marah-marah. kita tetap saja mengalah. ini bukan untuk menunjukkan kita lemah, tetapi untuk mengajarkan beginilah cinta bersabar.


begitulah cinta. ia mengajarkan kita pelan-pelan untuk berjalan. dengan segala pedih yang pernah kita perjuangkan. dengan segala pandangan orang yang pernah tak kita pedulikan.





antara yang tulus dan yang rakus.







Cinta yang tulus akan tetap tulus, dan pelan-pelan ia akan menghapus diri tanpa perlu membenci jika kau mengelak darinya. Cinta yang rakus, seringkali memaksa, dan akan merencanakan kau terluka bila kau menolaknya. Gunakanlah hatimu untuk berbicara dengan matanya. Karena hati dan mata terlalu sulit untuk berdusta. Agar kau tahu mana cinta yang tulus, mana cinta yang rakus.







was died.






Maaf untuk rasa yang akhirnya kubunuh paksa. Raga yang akhirnya kularikan dari luka. Juga untuk kita yang belum sempat bicara. Aku memilih meninggalkanmu bukan karena cintaku sudah habis. Bukan karena rindu telah terkikis. Namun, demi hati yang juga harus kutenangkan. Rasa yang tumbuh kian merimbun perlahan membuatku kewalahan meladeninya sendiri. Membuatku hampir kehabisan tenaga menjaganya yang kian manja. Aku hanya tak ingin mati sia-sia dengan sisa sisa rasa.


Aku hanya ingin menyadari, bahwa apa pun yang lahir di mata, menumpuk di dada, pada waktunya aku pun juga harus berhenti mencoba. Aku harus menghakimi diriku sendiri, karena telah berani menunggumu selama ini.







pergi saja.






Kau harus paham, cinta tidak akan membuatmu terluka seperti itu. Orang yang mencintaimu, tidak akan melakukan hal bodoh itu. Berulangkali melukaimu. Harus kau pahami, bukan dia yang akhirnya membuatmu mati. Bukan cintanya yang membuatmu tersakiti. Namun, ketidakinginanmu menghargai dirimu sendirilah yang membuatmu mati. Kalau kau tetap membiarkan dia menyakitimu berkali kali, artinya sama saja kau tidak pernah mencintai dirimu sendiri.







perihal melupakan.








Orang-orang yang tidak sepenuh hati dalam melupakan, akan mencari sekian banyak tempat bercerita, lalu bertanya bagaimana cara melupakan. Namun, dia tidak melakukan apa yang disarankan orang lain. Tidak mau mengubah kebiasaan. Mereka melakukan setengah hati. Dan apapun itu bila dilakukan setengah hati, kecil kemungkinan akan berhasil. Begitu pun perkara melupakan.







...







kata demi kata di tempat ini, selalu terbaca setiap harinya. aku tau itu. tak perlu khawatir akan siapa, tetapi aku khawatir tentang apa. apa yang akan menjadi ekor dari setiap akhir kalimat yang ada di sini. dimana, kapan, mengapa, dan untuk apa, bukanlah penjamin diperolehnya makna yang sama bagi kalian semua. tapi kematian pasti datang, pun juga setiap titik mengakhiri apa yang tertulis di sini. kalian tak perlu mengasihaniku, karena masing-masing kita semua akan mati jua. rasa sakit saat nyawa ada di ujung ubun-ubun, akan membuat kita lupa akan segalanya kecuali perbuatan kita. urusan kita adalah urusan kita, bukan orang lain. ketidakberhinggaan yang nyata, menunggu di balik tabir kematian. menyeringai bagai selimut kegelapan yang merenggut segala sesuatu yang pernah kita miliki, untuk sesaat. sekejap kemudian terjawab tanya yang semua kita miliki. bahagia, atau derita.