Pages

Jumat, 06 Maret 2015

yang ada cuma pilihan.




- puisi dari dr. yusuf suseno.


dan pada akhirnya yang ada cuma pilihan, kita ingin menua dengan siapa.
karena anak anak yang kau sayangi akan meninggalkanmu.
kuliah, lantas kerja dan menikah.
lantas tinggal di antah berantah.



dan pada akhirnya yang ada cuma pilihan, kita ingin mati seperti apa.
karena hidup yang jaya akan berakhir pula.
merunduk, kejang yang sebentar.
lantas diam yang lama. sangat.


dan pada akhirnya yang ada cuma pilihan, kita ingin dikenang sebagai apa.
karena jangan harap ada yang mengingat dengan cinta.
saat diam yang lama itu sudah terasa lama, mantan suami atau istri itu akan menikah lagi, lantas mereka tidur di rumahmu.
tabunganmu dijadikan bekal bulan madu.
hahaha.


dan pada akhirnya yang ada cuma pilihan, luka seperti apa yang ingin kau ingat.
atau luka mana yang akan kau lupakan.





perjalanan.






"apa yang kau cari, nak? puncak gunungkah? bukankah kau akhirnya kan meninggalkannya?"



bukan bu, aku mencari perjalanan itu sendiri, lengkap dengan segala penderitaan, ketakutan, dan kesendiriannya. dan tentu saja perasaan itu, perasaan bahwa aku telah berani menghadapinya. itu saja.







mengambil risiko.




saya percaya pada kalimat ini :


dengan berjalannya waktu, bukanlah kegagalan yang sungguh sungguh kita sesali.


tapi penyesalan itu akan menumpuk pada hal-hal yang malah tak pernah kita lakukan, padahal sesungguhnya kita menginginkannya setengah mati.


semata karena menyerah pada rasa takut, rasa khawatir meninggalkan zona nyaman, dan tak berani mengambil risiko. juga sering karena langkah yang hendak diambil tak sesuai dengan keinginan banyak orang di sekitar kita.


mungkin ada baiknya kita sekali kali duduk menyendiri dan bertanya, apakah hidup yang sekarang kujalani sudah sesuai dengan apa yang ada dalam benakku bertahun lalu?


saat kita masih muda, saat kita masih optimis dan berani bermimpi?





menjadi dokter.






menjadi dokter tidak harus serupa Braunwald, Hurst, Grossman, Feigenbaum, ataupun Guyton, dewa-dewa pencipta textbook kedokteran.


patch adamas, dengan caranya sendiri, tetap memberi arti buat dunia kedokteran.


sekali lagi, aku percaya bahwa tumbuh tidak mesti harus menjulang tinggi, tapi juga dengan mengakar, membagi daun membuat teduh, juga menyuburkan tanah sekitar rumah.


tapi, mungkinkah kita menempuh kedua jalan itu bersamaan?





pursuit of happiness.






dari film itu ada satu kalimat yang sangat kuingat. kalimat yang diucapkan gardner pada christoper saat mereka usai bermain basket. suatu hari aku ingin mengatakannya pada anakku.


"hey...don't ever let somebody tell you that you can't do something. not even me. you got a dream, you've got to protect it. people can't do something themselves, they wanna tell you that you can't do it. you want something, go get it."





kelerengku.






mbak, hari ini aku ingin membeli kelereng. aku ingin membeli dua ribu. tapi seribu mungkin lebih realistis.


jika tiap kelereng berarti satu minggu, dan setahun ada sekitar 52 minggu, kurasa 1500 kelereng cukup.


sekarang aku 23. kalau aku hidup sampai 60, rerata orang indonesia, berarti sisa umurku 37 tahun. 37 tahun dikali 52 = 1924 kelereng. seharusnya.


tapi aku sakit, mbak. aku juga jarang olahraga. dan tingkat stress pekerjaanku tinggi. jadi kurasa 30 tahun tambahan sudah cukup baik. dan ini berarti 1500 kelereng. mungkin.


mbak, hari ini aku ingin membeli kelereng, kumasukkan ke dalam toples bening, dan tiap minggu sebuah kelerang kularungkan ke sungai, atau kulempar ke lapangan sepak bola depan rumah.


tiap hari ku lihat toples penuh itu, yang terus kurang satu demi satu.


mbak, hari ini aku ingin membeli kelereng, dan menghabiskannya dengan melakukan hal-hal yang sungguh-sungguh ingin kulakukan. seperti yang pernah kita bilang dulu..



- diadaptasi dari buku belajar menjadi daun.