Pages

Senin, 28 Desember 2015

mimpi semalam




"tidurlah. tidurlah, an." aku membayangkan kamu yg berkata-kata.
"bermimpi indahlah. ketenangan adalah saat kita memasrahkan semuanya pada keadaan,
takdir yg kadang-kadang terlalu tega membuat kita ketinggalan kereta,
untuk menunggu lebih lama demi kedatangan kereta berikutnya."




dan, aku mulai mengantuk setelah mendengar suaramu itu. 
kepalaku jadi berat. 
tapi, kemana kita sebenarnya akan pergi dengan kereta kedua itu, al?




"barangkali ke stasiun berikutnya: kedewasaan," jawabmu dalam lamunan.
"tempat kita akan menyadari betapa berharganya kebersamaan
dan betapa perpisahan mengajarkan kita banyak hal.
tempat kita mengerti bahwa sesuatu yg paling kita tunggu dan inginkan sebenarnya
adalah hal-hal kecil yg sedang kita dekap,
tetapi sering kita sepelekan di keseharian.
tempat kita tak memberikan ruang pada penyesalan-penyesalan,
tetapi mencari peluang-peluang untuk sejumlah kerja perbaikan."




tak pernah menjadi siapa-siapa




al...aku ingat kamu bukan remaja laki-laki biasa. kamulah sebab diciptakannya semua karakter laki-laki dalam cerita-cerita yg pernah kutuliskan, nama-nama indah  yg kureka-reka, tetapi selalu tak bisa menggantikan keindahan namamu.


setiap kali mengingat senyummu atau lengkung alis matamu atau jenjang langkah kakimu, aku selalu merasakan sensasi gempa bumi yg akan membuatku tak bisa berkata-kata. dan, dibawah bayang-bayang kehadiranmu, entah bagaimana laki-laki lain selalu tampak biasa-biasa saja. jika sedang berjalan, kamu selalu tampak seperti melayang, kemudian dua sayap samar seperti tumbuh dari punggungmu. dan, aku selalu merasa tak mungkin memilikimu.


dalam dirimu terdapat semua kualitas yg kudambakan dari seorang laki-laki, ketampanan sekaligus kebaikan. dalam benakku, di hadapan seorang kamu, aku hanyalah gadis kecil yg bermimpi di bawah temaram puisi. aku tak pernah berani mengatakan perasaanku tentangmu. maka, aku tak pernah menjadi apa-apa, tak pernah menjadi siapa-siapa bagimu.


aku ingin mencintaimu hingga jauh nanti, dalam lututku yg gemetar, merayakan sensasi gempa bumi pribadi yg tak pernah dirasakan orang lain. demikianlah aku akan bersenang hati untuk selalu merasakan getar itu, debar itu: setiap kali aku memanggil lembut namamu, mengakrabi lembut matamu.



"sementara"




sedang apa kamu sekarang, al?


mengapa waktu berjalan cepat saat kita bersama dan mengapa ia berjalan begitu lambat saat kita berada di dua tempat yg berbeda? mengapa aku tak suka menatap matamu dari dekat, tetapi selalu merindukannya dari jauh?  mengapa tanganku begitu sibuk saat kita berjalan berdua tetapi begitu dingin dan kesepian saat kita sedang tidak bersama-sama? mengapa takdir begitu tega memisahkan kita dalam kata "sementara" yg terasa seperti selama-lamanya?




seperti gerimis




seperti gerimis
aku ingin jatuh cinta
perlahan-lahan



seperti badai
aku ingin mencintaimu
sampai selama-lamanya




aku akan




aku akan menyayangimu
seperti kabut
yg raib di cahaya matahari



aku akan menjelma awan
hati-hati mendaki bukit
agar bisa menghujanimu


pada suatu hari baik nanti




racun rindu




al...rindu barangkali semacam racun yg kita racik dari kesendirian kita yg sunyi, dari tempat yg jauh, dan hilangnya kesempatan untuk melihat senyum seseorang yg kita sayangi, dari pelukan yg lepas, dari ruang-ruang kosong di antara jari-jemari, dari sebuah pesan yg terlambat masuk ke ponsel, dari percakapan yg tergesa-gesa, dari apa pun yg membuat kita nelangsa. racun itu kemudian kita minum sendiri, membuat dada kita jadi lemah dan m,ata kita berair..


al...manusia selalu membutuhkan perjalanan untuk menemukan pengetahuan. dan di kejauhan, aku mencintai keseluruhan dirimu, ternyata. aku mencintai semua kelebihan dan kekuranganmu dengan sempurna. ketika kamu dekat, aku menjadi lebih kuat. ketika kamu jauh, kamu menjadi nada-nada minor yg menyusun simfoni indah dalam diriku. ketika kamu berada di sampingku, langkahku tegap menuju kebahagiaan. ketika kamu tak berada di sampingku, aku berlari sekuat tenaga untuk menemukan jalan terdekat untuk mengenggam tanganmu kembali.


tetapi, berapa pun aku memberikan semuanya dan meskipun kamu melakukan segalanya, kita tak bisa selamanya bersama-sama, bukan? ada masanya kita mesti berjalan sendiri-sendiri di tempat yg berjauhan, sebagai dua manusia yg saling merindukan. dan, rasa kehilangan adalah pengalaman ajaib yg membuat kita lebih mengerti tentang rasa memiliki, dimana sepi selalu melubangi benteng air mata, dimana lesat waktu tak bisa kita kejar, dimana jarak tak bisa kita ringkas.



220 KM




pergi adalah melanjutkan kehidupan lain yg pelan-pelan meniadakan kehadiranku di sini, di sampingmu. tetapi, aku tidak akan sepenuhnya pergi, hanya tidak lagi menjadi bagian dari peristiwa-peristiwa yang kamu alami dalam hidup milikmu..


bila aku pergi, kita berada di dunia kita masing-masing. aku hidup di duniaku, kamu hidup di duniamu. tapi, percayalah, sebenarnya aku selalu bersamamu. hanya mungkin kita tak melihat bulan yg sama dari balkon yg sama.


al, hidup harus terus diteruskan. lingkaran waktu harus terus berputar. dan, meski aku tak ingin pergi dan kamu juga tak ingin aku pergi, hidup seringkali harus dilanjutkan dengan cara yg tak kita inginkan.