Pages

Minggu, 02 Maret 2014

perahu kertas



waktu masih kanak-kanak, kau membuat perahu dan kau layarkan di tepi kali. alirnya sangat tenang dan perahumu bergoyang menuju lautan.

"ia akan singgah di bandar-bandar besar," kata seorang lelaki tua. kau sangat gembira, pulang dengan berbagai gambar warna-warni di kepala. sejak itu kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu.

akhirnya kau dengar juga pesan dari lelaki tua itu, dua puluh tahun kemudian saat kau sudah tampan dan dewasa. tapi lelaki tua itu tidak bertambah tua.

"telah dipergunakan perahumu itu dalam sebuah petualangan besar, dan kini dia terdampar di bandar paling besar. QMRH namanya."



selepas perjamuan




semua telah pergi.
di piring tinggal duri-duri yang menganga.
jejak kaki di lantai dingin.
tumpahan saus dan tulang-tulang ayam berserakan di paru-paruku.
dari jendela kulihat engkau di restoran lain
bersendawa tak habis-habisnya.

di sebuah pinggan,
kulihat sepotong ikan bagai diriku
terendam di kuah yang salah
hingga rasanya kikuk dan masam di lidah.
maka diam-diam kukemasi sisa bumbu,
kulit bawang dan pecahan telur
yang berserak dalam batinku.

aku pun belajar memasak bagi diriku sendiri.
sekali saja kau sebut kata perjamuan
piring-piring di nadiku segera berderak pecah
membikin hatiku luka parah.



dalam perjamuan



engkau sudah kekenyangan
dengan makanan lain, menu lain, perjamuan lain
kala kau datang ke mejaku.
hingga antara sungkan dan tak mengerti,
kau pandangi saja segala masakan
yang terhidang di meja makan.
sambil tak putus-putus bersendawa
kau sentuh juga dengan enggan
satu dua makanan dan kau muntahkan
lalu kau tertidur sambil mendengkur
tinggal aku termangu
sendiri bagai orang dungu.
waktu makan sudah lewat.
senja beringsut berangkat
ke jantung malam.

nasi dingin, masakan dingin
bersiul juga suara angin.
sayur basi, teh pun basi
apalagi yang mesti ditangisi.

kala matahari bersinar di cakrawala
kau terbangun tiba-tiba
memanggil segala orang
mencicipi ini dan mencoba itu
mencemooh ini dan memprotes itu.
lalu sebuah ceramah panjang
tentang bagaimana mestinya masakan dihidangkan,
juga cara indah menyusun menu.
dan para penjamu mengangguk setuju.
tinggal aku termangu
sendiri bagai orang dungu.



sebelum perjamuan



dan kumulai semuanya dengan hatiku.
kupetik bulir padi dan sayuran terbaik
dari kebun jiwaku.
kumasak sepenuh rindu
sepenuh mesra hingga mengepul segala salam,
dalam darah batinku.
maka aku pun datang padamu.
menyeduh teh dengan darahku,
menyiapkan meja dan perjamuan.
sudah kubayangkan perjumpaan kita
dua langit pengalaman, dua dunia berlainan
membangun cakrawala di meja makan.
tempat bermacam dunia
bertautan menjelma bunga.
tak kau lihat kesibukanku
tak kau tahu letihlelahku
sendiri menyiapkan masakan di dapur.
namun sungguh benar tak mampukah
engkau dengar desirnya yang berdebur?