Pages

Senin, 23 Juni 2014










aku 
sedang
rindu 
kamu,
senja.

(sungguh)











revisi





mungkin kamu salah.
dia bukan player, dia bukan tebar pesona, dia bukannya tidak setia.
toh buktinya di hatinya hanya ada satu nama.


hanya saja, dia mungkin memang diberi bakat
kemampuan memikat yang luar biasa.


bukan dia yang seharusnya kamu suruh pergi,
ada baiknya kamunya yang harus lebih hati hati.





manisku





aku melihatnya bagai seseorang yang disinari cahaya.


saat itu matahari tengah meredup, tapi sisa sisa cahaya paling terang masih tampak jelas bergaris garis di depan mataku.


ia keluar dari ujung jalan itu, dan langsung berjalan perlahan ke arahku.


saat itulah wajahnya tertimpa garis garis cahaya.


awalnya aku tak cukup yakin bila ia adalah sosok yang kutunggu, hingga bayang bayang dedaunan kemudian menghalangi garis garis cahaya itu.


saat itulah wajahnya terlihat jelas olehku.


ia, manisku.














ada yang bilang, jangan pernah berdiri di tempat yang gelap.
karena di sana, sahabatmu yang paling setia, yaitu bayangan,
pun akan meninggalkanmu.









semua disangkutpautkan dengan buku





aku terus berpikir tentang sebuah hari
yang bagai selembar kertas pada sebuah buku.


satu satu akan terbuka maju
selesai terbaca.
tanpa pernah terbuka kembali
ke halaman sebelumnya;
walau pada kenyataannya
kadang kita melakukan itu.


entah karena lupa
atau karena kita memang sedang ingin
kembali mengulang bagian-bagian yang berkesan sebelumnya.
atau mungkin..karena sesuatu yang memaksa kita berbalik ke sana?


seperti yang sedang kulakukan saat ini.




kata bergerak





ini tidak hanya tentang kisah-kisah cinta yang indah, namun lebih dari itu: menyigi luka. karena manusia tidak selamanya melulu hidup dengan kasih sayang.


ini tidak hanya mengambil tragedi sebagai nafas, perayaan untuk kemudian mengutuk pertemuan yang hanya berujung kepergian. tapi ini juga berbicara tentang rindu, simpati, cemburu, hal remeh temeh yang dimiliki oleh manusia yang gagal memahami bahwa hidup tak hanya perihal cinta, tapi juga impian.





sebuah usaha menulis surat cinta





ya Tuhan, aku sebut nama-Mu.
aku ingin belajar menulis tentang cinta.
aku memohon izin-Mu, karena aku hendak
memakai figur seorang pria yang ku kenal.


dan kalau aku jatuh cinta
pada figur lelaki dalam sajakku ini
apakah aku termasuk berselingkuh?


ah, aku tidak bisa menilai diriku sendiri
karena persepsi bisa berbeda-beda, bukan?


hanya saja, aku tetap berharap
perkenalan kami yang telah terjadi
tetap berjalan sampai kapanpun,
walaupun sajakku berakhir di sini.





pojok perpustakaanku




ku temukan dia sedang meringkuk di lantai sambil menggenggam the animal farm karya george orwell. mata almondnya membesar saat melihatku terus berjalan mendekat ke arahnya.


"mau apa kamu?" sergahnya curiga dengan suara pelan tertahan.


aku menunjuk deretan buku di dekat tempatnya meringkuk. "mau ambil buku" ujarku ragu.


"oh, boleh", jawabnya sambil bernafas lega.


"boleh aku duduk di sini?" tanyaku meminta ijin tanpa berani mengatakan bahwa dia duduk di tempat yang sudah dua tahun ini menjadi pojok tempatku membaca.


ia mengangguk tanpa mengangkat mata dari halaman bukunya.


maka, sejak saat itu, hampir tiap hari kami bertemu, di pojok ruang perpustakaan. pojokku yang ternyata harus ku bagi dengannya.