Pages

Sabtu, 05 September 2015

sini, kuceritakan sesuatu





aku punya sebuah cerita, ini kisah tentang Nabi Muhammad saw dan istrinya:



suatu hari, selazimnya para istri menunggu suami mereka selepas perjalanan perang di musim panas itu, Aisyah menunggu Rasulullah di perbatasan kota madinah. setelah beberapa lama menunggu, lelaki yang paling dirindukan Aisyah pun tiba di hadapannya.


setibanya di rumah, setelah Baginda Nabi melepas baju perang, lalu menurunkan perbekalan, Aisyah menyuguhkan segelas minuman manis nan segar untuk suaminya yang begitu dicintainya. Tanpa menunggu lama, Rasulullah pun meminumnya.


sambil menunggu kekasihnya minum, Aisyah tampak menunggu sesuatu. biasanya, Rasulullah akan menyisakan setengah gelas minuman yang disediakan Aisyah untuk diminum berdua bersama sang istri kesayangannya itu.


namun, kali ini sang Nabi tampak menenggak gelasnya lebih lama dari biasanya. Hingga lewat setengah gelas, Aisyah tetap menunggu, barangkali suaminya lupa sesuatu. namun ternyata Rasulullah terus saja meminumnya sendirian.


Sebelum minuman di gelas sang Nabi habis, Aisyah yg gelisah tak bisa lagi menyimpan pertanyaannya,"ya Rasul, biasanya engkau menyisakan minumanmu untuk kuminum?"


mendengar pertanyaan istrinya, Muhammad Rasululllah berhenti sejenak. dengan gelas yg masih di bibirnya, sang nabi hanya melirik Aisyah dengan ujung matanya, lalu melanjutkan lagi minumnya dengan lahap.


Aisyah tampak gusar, kali ini ia merasa ada yg berbeda dengan suaminya itu. "wahai Rasul, mengapa engkau tidak berikan gelas itu agar aku bisa minum dari gelasmu, seperti biasanya?"


mendengar istrinya yg terus merajuk, Muhammad saw akhirnya berhenti, lalu menyisakan sedikit air di gelasnya. tanpa menunggu lama, Aisyah segera mengambil gelas itu, lalu mulai meminum airnya.


"rasanya asin sekali!" Aisyah seketika memuntahkan air yang baru saja diminumnya. ternyata, hari itu Aisyah kelitu memasukkan garam ke dalam minuman suaminya!


Aisyah yang merasa bersalah segera meminta maaf. Rasulullah menganggukkan kepalanya sambil menatap istrinya dengan penuh kelembutan.


sementara lelah belum hilang dari punggung sang Nabi, siang itu terik matahari menampar-nampar kota madinah. namun, di rumah Muhammad dan Aisyah, akhlak seorang suami telah menjadi sesuatu yang paling menyejukkan hati.


...


demikianlah, meski masih jauh dari akhlak Muhammad, semoga kita bisa meniru jejaknya untuk menjadi sebaik-baik manusia, dengan perangai dan budi pekerti yang paling menyejukkan hati.


sekian.


harapan dan kepastian





konon, ketika seorang istri meminta kepada suaminya, "pa, akhir tahun ini kita liburan, yuk?" sebenarnya yang mereka harapkan adalah jawaban singkat dari suaminya,"ayo!".


dengan jawaban itu, sang istri akan punya kebahagiaan tersendiri, semacam waktu senggang untuk membayangkan ke mana saja ia akan berlibur, apa saja yang akan dilakukan saat liburan. bagi sebagian orang, punya rencana liburan saja sudah merupakan sesuatu yang membahagiakan.


meski pada saatnya mereka tak benar-benar pergi, kebanyakan istri akan mengerti dan baik-baik saja. meski mereka akan tetap bertanya,"tidak apa-apa, pa. tapi, kita akan tetap liburan, kan?"


lagi-lagi, jawaban yang diharapkan adalah,"tentu saja. nanti kita akan liburan," itu saja cukup.


sayangnya, setiap kali mendengar istrinya minta sesuatu, para suami lebih sering jadi sewot sendiri. "mama gimana sih? mintanya aneh-aneh aja. kayak nggak tahu aja kalau tahun ini kita lagi banyak banget pengeluaran. belum lagi awal tahun depan banyak banget yg harus dibayar!"


dari sanalah pertengkaran yang sebenarnya tidak perlu sering terjadi.


konon, perempuan memang senang jika diberi harapan. namun, mereka akan bahagia jika diberi kepastian.


bukan begitu, wanita?



bagaimana jika ibumu bukan ibu terbaik di dunia?





bagaimana jika ibumu bukan ibu yang sempurna?


tak seperti dalam baris-baris puisi. tak seindah gambaran mulia tentang perempuan-perempuan berhati surga. tak sama dengan yang orang-orang ceritakan tentang begitu lembut dan penuh kasih sayangnya bunda-bunda mereka.


bagaimana jika ibumu bukan ibu terbaik di dunia?


barangkali, dia memarahimu dengan kata-kata yang menyakiti hatimu. dia juga meremehkan usahamu dan tidak memercayaimu. sialnya, dia baik sekali kepada orang lain, mungkin kakak atau adikmu, atau siapa saja selain dirimu. betapa menyebalkan mendengarkan pujian berlompatan dari lidah ibumu, semua yang bukan dan tidak pernah tentang dirimu.


barangkali, dia bukan ibu yang lembut, tak pernah seperti dalam puisi. sejak kecil, kau terbiasa dipukul olehnya, dibesarkan dengan kata-kata kasar yang keluar dari mulutnya. dia sepertinya tak pernah benar-benar menyayangimu. sialnya, kau tak bisa memilih untuk dilahirkan ke dunia dari rahim milik siapa.


barangkali, sabda tentang surga di bawah telapak kakinya selalu menjadi sesuatu yang tak pernah bisa kau mengerti. tentang ibu, barangkali tak semuanya melulu tentang masa lalu. betapa pun hebat pengorbanannya di saat-saat ia melahirkan kita ke dunia, mustahil bagi kita mengingat semuanya.


maka, katakanlah:
"kita adalah kita, ma. yang barangkali berbeda dengan anak dan ibu lainnya. aku memaafkan semua kesalahan dan keputusan-keputusan burukmu. aku memaafkan segala hal yang ada dalam dirimu. maka, maafkanlah aku atas segala laku dan kata-kata burukku. maafkanlah aku untuk semua amarah yang pernah kuungkapkan atau yang kusimpan dalam diam.


terima kasih karena telah menjadi ibuku, ma. terima kasih karena bagaimanapun tak ada yang bisa menggantikan tempatmu untuk bisa melahirkan dan membesarkanku. Tuhan selalu memberikan seorang ibu yang kuat untuk anak-anak yang keras kepala, ma. terima kasih telah mengorbankan masa lalumu untuk masa depanku. terima kasih karena telah menjadi dirimu yang selalu 'cukup' untuk diriku.


aku ingin memulai hidup kita yang baru, ma. sesuatu yang jika kelak anak-anakku menanyakannya, akan kuceritakan semuanya dengan perasaan lega dan bangga. maka, akan kuperkenalkan engkau sebagai ibuku, nenek tercinta bagi mereka. aku ingin hidup kita yang baru, ma. sesuatu yang jika suatu saat aku harus pergi untuk selama-lamanya, dan tak mungkin lagi pulang ke rumahmu, ke pelukanmu, aku tak akan sedikitpun merasa takut atau malu karena aku telah menggenggam restumu.


...


barangkali, ibu kita memang bukan ibu terbaik di dunia, sebab kita juga bukan anak-anak terbaik di dunia. ucapkanlah selamat tinggal masa lalu. ucapkanlah selamat tinggal pada dunia yang buruk.


selamat terlahir kembali!