Pages

Sabtu, 16 Oktober 2010

diriku menyedihkan



betapa menyedihkan
ketika di gaza, anak-anak berusaha berbakti kepada ibu bapaknya
karena mereka tak pernah tau
apakah di pagi berikutnya mereka masih bisa berkumpul bersama
sedangkan disini
aku tidak berbakti kepada ibu bapak melainkan hanya sedikit
betapa menyedihkan keadaanku
dimana islamku?
dimana imanku?

disaat mukmin dan mukminat berpuasa karena menjalankan kewajiban
sedangkan anak-anak yang belum baligh
juga berpuasa karena tak ada lagi rizki untuk dimakan
disini aku menyisakan makan malam ku
membuangnya begitu saja tanpa menunjukkan rasa syukur melainkan hanya sedikit
betapa menyedihkan keadaanku
dimana islamku?
dimana imanku?

saat di gaza sana anak-anak menghafal dan memahami setiap ayat al qur’an
meskipun keadaan tak sekalipun aman melainkan sesaat saja
disini aku merasa puas dengan membaca al qur’an dengan tergesa-gesa
dimana islamku?
dimana imanku?

saat di gaza sana umat islam saling mendoakan
tak hanya bagi penduduk palestina
namun juga kepada seluruh umat islam
di doa-doanya mereka memohon ampunan kepada umat islam lain
yang tidak mensyukuri keadaannya
yang tidak menginfaqkan hartanya demi kesejahteraan umat
yang berlaku boros dan tidak bermanfaat
yang tidak mendoakan umat islam yang tertimpa cobaan
yang tidak mempedulikan umat islam yang berjihad fi sabilillah
dan di doa-doanya mereka memohon kepada Ar Rohman
agar hidayah ditumbuhkan dari hati-hati umat yang telah dilalaikan oleh keduniaan

sedangkan di sini ...

betapa menyedihkan
dimana islamku?
dimana imanku?

dinamika kehidupan

aku hanya orang bodoh
tapi aku bukan orang idiot
yang tidak bisa memahami satu pun pelajaran
maka dari itu
aku akan belajar

aku orang lemah
tapi aku bukan orang lumpuh
yang terduduk di kursi roda hingga akhir hayat
maka dari itu
aku akan berusaha

jika setiap orang memang labil
bagiku tak mengapa
karena dinamika itu adalah sebuah takdir
karena manusia bukan malaikat

jika setiap orang labil
bagiku tak mengapa
meskipun hari ini hanya mencapai 40%
sedangkan kemarin mampu 70%

labilitas bukanlah suatu masalah
tetapi relativitas terhadap nilai labilitas lah yang menjadi permasalahan

jika hari ini mencapai 40%
terhadap suatu titik pengukuran berkelas B
akan lebih baik daripada hari esok yang mencapai 60%
tetapi terhadap suatu titik pengukuran berkelas D

jika memang harus menjalani kehidupan yang naik turun seperti grafik y = sin x
bagiku tak mengapa
asalkan setiap hari aku mampu meningkatkan kelas titik pengukurannya
menjadi y = 1 + sin x
atau menjadi y = 2 + sin x
atau menjadi y = 3 + sin x

asalkan titik pengukuran meningkat
labilitas tidak menjadi suatu permasalahan
karena
y = sin x suatu saat akan menempati titik minimal pada y = -1
tetapi
y = 3 + sin x hanya akan menempati titik minimal pada y = 2

maka jika pencapaian dijabarkan dalam angka-angka yang dicapai oleh titik y
pada grafik y = n + sin x
maka aku hanya perlu mengumpulkan n sebanyak mungkin
agar suatu saat jika aku menempati titik minimal
maka pada saat itu aku hanya menempati titik maksimal di hari-hari sebelumnya

labilitas bukanlah suatu permasalahan
tetapi titik pengukuran lah yang menjadi permasalahan

karena grafik y = sin x selalu sama
terhadap garis horizontal tengahnya sendiri
ia hanya mencapai maksimum pada angka 1
dan menempati minimum pada angka -1
tetapi akan berbeda jika garis horizontal tengahnya
berada pada angka 7
dibandingkan angka 0

sebuah hikmah
tentang kunci keistiqomahan
yang dipetik dari matematika SMA
yang sangat sederhana

seumpama
jika tingkat keistiqomahan digambarkan dalam y = n + sin x
maka n adalah ilmu sebagai potensi dinamis
dan x adalah kepribadian sebagai potensi statis

maka dari itu
(kunci) keistiqomahan adalah tholabul ‘ilmi

Wallohu a’lam :)