Pages

Jumat, 04 September 2015

kesakitanku yang kusimpan darimu, ibu




ibu, belakangan ini kita terus menerus menerima kebahagiaan, tetapi justru itu yang membuatku begitu khawatir. tak ada tawa yang abadi, ibu. akan tiba saatnya kita dicoba dengan cara yang barangkali tak pernah kita duga-duga sebelumnya. jika saat itu tiba, barangkali aku akan terbaring lemah atau menjadi apa saja. maafkan aku jika nanti merepotkanmu atau membuatmu lelah atau membuatmu menangis. namun, jangan pergi, tetaplah di sini.


ibu, maafkan jika beberapa hari ini aku terlihat murung. maafkan aku untuk sesuatu yang belum terjadi, tapi barangkali bisa terjadi. maafkan untuk semua kesedihan dan kecemasan yang mengintai. maafkan untuk semua air mata yang selama ini berusaha kubendung dari bening matamu, jika saatnya tiba untuk tumpah, lalu membasahi sujud-sujud malammu.


ibu, doakan aku. tetaplah doakan aku.



-dari putri keduamu.



perihal doa yg dikabulkan dan tidak dikabulkan






"papa, kenapa kita harus berdoa?"
tiba tiba aku teringat pertanyaanku sendiri, belasan tahun lalu
dalam posisi duduk di atas pangkuan papa.




"kita tidak bisa menyelesaikan semua masalah"
jawab papa ketika itu.
"berdoa adalah cara kita meminta bantuan Tuhan
untuk bersama-sama menyelesaikan masalah yang kita hadapi"




"apa Tuhan akan selalu mengabulkan doa kita?"



"mungkin tidak selalu," jawab papa.



"lalu, untuk apa kita selalu berdoa?"



"kalau kita mencatat semua doa yang pernah kita panjatkan,
mungkin, Tuhan tidak menjawab semuanya.
Tapi, kita akan tahu: cara Tuhan tidak mengabulkan sebagian doa kita
adalah untuk mengabulkan doa-doa kita yang lainnya."


"misalnya, kalau kita berdoa minta uang seratus juta,
dan di saat yang sama kita minta hidup bahagia dan panjang umur,
mungkin Tuhan sedang mengabulkan salah satu doa kita
dengan cara tidak mengabulkan doa yang lainnya."



"maksudnya?" aku juga belum mengerti.



"kalau tiba tiba uang seratus juta itu turun dari langit
dan kita jadi kaya raya, mungkin saja kan,
sehari setelahnya kita dirampok, lalu dibunuh.
mungkin saja kita hidup tidak bahagia, kan?"



aku mengangguk setuju. papa tersenyum.



"Tuhan maha tahu mana yg paling baik bagi kita,
sementara kita hanya bisa mengira-ngira.



"jadi, sebenarnya Tuhan selalu membantu kita?"



"Tuhan selalu menyayangi kita," jawab papa.
"berdoa adalah cara kita memberi jawaban bahwa kita
juga menyayangi-Nya, dengan selalu mengingat-Nya."




doa diam dalam malam





malam yang hening. mama, dimas, dan salsa sudah tertidur. hampir tak ada suara di sekelilingku, kecuali lamat-lamat suara mesin pendingin udara, merambat di dinding dan jendela. detik jam. detak jantung. suara napas dalam telinga. malam ini, aku sulit sekali memejamkan mata. nasihat Ali bin Abi Thalib terus membuatku murung dan merasa bersalah. kepada diri sendiri, terutama kepada Tuhan yang mengetahui segala sesuatu.


tiba-tiba terbayang, bayang-bayang diri yg telanjang di cermin kamar mandi. begitu hina dan menjijikkan. siapakah kita ini sebenarnya jika tanpa pakaian dan sejumlah topeng yang kita kenakan? kecuali daging yang sarat dosa, dan pikiran yg penuh aib. sehebat apa sebenarnya manusia jika rahasia-rahasianya dibongkar, dosa-dosanya ditampakkan, dan aibnya tak ditutupi Tuhan Yang Maha Pemurah?


nasihat itu menggedor-gedor dari dalam kesadaran. kata-kata milik seseorang dari masa lalu dengan dada bergetar kupanggil namanya sebagai Ali, yang tinggi, untuk ketinggian ilmu dan keshalehannya. "dosa yang kau tangisi dan kau sesali dalam hati," katanya,"seribu kali lebih baik dari kebaikan yang kau tampakkan dan kau bangga-banggakan."


dan...tanggallah kesombongan-kesombongan, robohlah kepongahan-kepongahan. tinggallah aku sendirian, di malam yang hening ini. aku ditelan sunyi yang paling gemuruh dari suara apa pun. tangis yang melenyapkan diri yg kepala batu, menguapkan segala yang semula membuat bangga.


barangkali tinggal aku dan Tuhan. berduaan di ujung malam. dikecup bibir cahaya. memanggil dan dipanggil dari segala arah.


"kemana saja selama ini?"
"kemana saja selama ini?"


aku ingin menjerit dalam dekapan.




eksistensi





apa yang paling kita rindukan dari masa lalu?


mungkin eksistensi. kita mencari-cari diri sendiri di dasar ingatan, di rongga-rongga waktu yang sudah kita lewatkan. di sana, kita melihat diri sendiri dalam gambar yang paling jelas dan menyenangkan, atau gambar paling buruk saat diri kita paling membutuhkan perhatian. keringat. bau matahari. lumpur kering di sandal jepit yang kita kenakan. oh, kenangan. kita menemukan diri sendiri dalam pujian-pujian yang menyenangkan, atau cacian-cacian yang menyesakkan. namun, di atas semua itu, kita menemukan diri kita ada, hidup dalam waktu.


apa yang paling merisaukan kita pada masa kini?


mungkin eksistensi. hari-hari kita dipenuhi keresahan dan kecemasan. tentang uang. tentang cinta. tentang pendidikan. tentang pekerjaan. tentang keluarga. tentang apa saja. kita khawatir kehilangan diri sendiri di tengah-tengah semua itu. barangkali, kita memeriksa telepon genggam setiap lima menit sekali, memeriksa kotak masuk pesan SMS, whatsapp, LINE, memeriksa nomor kontak, berusaha menemukan ada berita apa di luar sana, apa kata orglain ttg diri kita, apa yg dipikirkan org lain tentang diri mereka sendiri yang barangkali berhubungan dengan kita. mudah-mudahan ada yang menenangkan. kita masih ada dalam pertemanan-pertemanan, kita masih hidup dalam lingkaran-lingkaran pergaulan, kita masih hidup dalam waktu.


apa yang paling ingin kita ketahui dari masa depan?


mungkin eksistensi. akan jadi apa kita nanti? akan jadi apa anak kita kelak? akan seperti apa keluarga kita, setelah kita tiada? barangkali, kita akan membangun rumah, bekerja keras untuk kesuksesan kita, mencintai pasangan kita sepenuh hati, mendidik anak-anak kita sebaik-baiknya, agar kita tak dilupakan dan tak terlupakan. lalu, semua kenangan, hasrat, semangat, dan rasa ingin tahu kita berakhir di sebuah liang, di sebuah pusara yang di sana dituliskan nama lengkap kita. lengkap dengan tanggal lahir dan tanggal kematian kita. mudah-mudahan, orang akan mengenang hal-hal baik tentang kita, mendoakan kita, yang pernah hidup dalam waktu.


siapa yang ingin hidup abadi? bahkan, chairil anwar pun akan menyesal jika Tuhan mengabulkan keinginannya untuk hidup seribu tahun lagi.




bahagia bagaikan sang ratu






pergilah derita hari ini
pergilah derita hari ini
berilah tawa yang terkeras
untuk obati tangis yang lalu
limpahkan senang paling indah
agar luka tak nyeri
agar duka tak menari





untuk cinta yang selalu tepat waktu






ulum,
bagaimana jika aku lahir jauh lebih dulu darimu, misalnya lima puluh tahun sebelum hari kelahiranmu? barangkali, aku akan menjadi wanita tua yang sangat bersedih. sangat bersedih sehingga memutuskan untuk tidak menikah, lalu menjadi pemurung sepanjang hidup.


sementara, kamu tumbuh menjadi anak laki-laki yang periang. mungkin, aku akan tinggal di dekat rumahmu, di ujung jalan, beberapa rumah saja dari tempat tinggal orangtuamu. lalu aku akan memerhatikanmu berlarian atau bersepeda atau bermain apa saja setiap hari dengan teman-temanmu. tentu saja, aku tak bisa berbohong tentang ini, aku akan tetap jatuh cinta kepadamu. mengagumi wajah cemerlang dan lesung pipi mu.


meski kamu tidak akan menyadarinya, meski agak aneh kedengarannya, demikianlah aku ditakdirkan menjadi perempuan yang tak bisa membohongi perasaannya sendiri.


dalam beberapa hari di usiamu yang kesepuluh atau kelima belas, mungkin kamu akan mendengar bahwa ada seseorang wanita tua yang tinggal sendirian, tetanggamu itu, meninggal dunia dalam tidurnya tanpa seorang pun di sampingnya. mungkin, kamu akan sedih mendengar itu, tetapi kamu akan cepat melupakannya. ah, jika takdir semacam itu yg berlaku dalam hidupku, tentu aku akan menjadi orang paling menyedihkan yang pernah hidup di dunia ini.


untung Tuhan memberikan cinta kita selalu tepat waktu, selalu di waktu yang tepat...